Rabu, 12 Januari 2011

Kisah Menakjubkan Tentang Sabar dan Syukur Kepada Allah

Bagi orang yang sering mengamati isnad hadits maka nama Abu Qilabah bukanlah satu nama
yang asing karena sering sekali ia disebutkan dalam isnad-isnad hadits, terutama karena ia
adalah seorang perawi yang meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik yang merupakan
salah seorang dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits-hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu nama Abu Qilabah sering berulang-ulang
seiring dengan sering diulangnya nama Anas bin Malik. Ibnu Hibban dalam kitabnya
Ats-Tsiqoot menyebutkan kisah yang ajaib dan menakjubkan tentangnya yang menunjukan
akan kuatnya keimanannya kepada Allah.
Nama beliau adalah Abdullah bin Zaid Al-Jarmi salah seorang dari para ahli ibadah dan ahli
zuhud yang berasal dari Al-Bashroh. Beliau meriwayatkan hadits dari sahabat Anas bin Malik
dan sahabat Malik bin Al-Huwairits –radhiallahu 'anhuma- . Beliau wafat di negeri Syam pada
tahun 104 Hijriah pada masa kekuasaan Yazid bin Abdilmalik.
Abdullah bin Muhammad berkata, "Aku keluar menuju tepi pantai dalam rangka untuk
mengawasi (menjaga) kawasan pantai (dari kedatangan musuh)…tatkala aku tiba di tepi pantai
tiba-tiba aku telah berada di sebuah dataran lapang di suatu tempat (di tepi pantai) dan di
dataran tersebut terdapat sebuah kemah yang di dalamnya terdapat seseorang yang telah
buntung kedua tangan dan kedua kakinya, dan pendengarannya telah lemah serta matanya
telah rabun. Tidak satu anggota tubuhnyapun yang bermanfaat baginya kecuali lisannya, orang
itu berkata, "Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu sehingga aku bisa
menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau anugrahkan
kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk yang
telah Engkau ciptakan"
Abdullah bin Muhammad berkata, "Demi Allah aku akan mendatangi orang ini, dan aku akan
bertanya kepadanya bagaimana ia bisa mengucapkan perkataan ini, apakah ia faham dan tahu
dengan apa yang diucapkannya itu?, ataukah ucapannya itu merupakan ilham yang diberikan
kepadanya??.
Maka akupun mendatanginya lalu aku mengucapkan salam kepadanya, lalu kukatakan
kepadanya, "Aku mendengar engkau berkata "Ya Allah, tunjukilah aku agar aku bisa memujiMu
sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan-kenikmatan yang telah Engkau
anugrahkan kepadaku dan Engkau sungguh telah melebihkan aku diatas kebanyakan makhluk
yang telah Engkau ciptakan", maka nikmat manakah yang telah Allah anugrahkan kepadamu
sehingga engkau memuji Allah atas nikmat tersebut??, dan kelebihan apakah yang telah Allah
anugrahkan kepadamu hingga engkau menysukurinya??"
Orang itu berkata, "Tidakkah engkau melihat apa yang telah dilakukan oleh Robku kepadaku?,
demi Allah, seandainya Ia mengirim halilintar kepadaku hingga membakar tubuhku atau
memerintahkan gunung-gunung untuk menindihku hingga menghancurkan tubuhku, atau
memerintahkan laut untuk menenggelamkan aku, atau memerintahkan bumi untuk menelan
tubuhku, maka tidaklah hal itu kecuali semakin membuat aku bersyukur kepadaNya karena Ia
telah memberikan kenikmatan kepadaku berupa lidah (lisan)ku ini. Namun, wahai hamba Allah,
engkau telah mendatangiku maka aku perlu bantuanmu, engkau telah melihat kondisiku. Aku
tidak mampu untuk membantu diriku sendiri atau mencegah diriku dari gangguan, aku tidak
bisa berbuat apa-apa. Aku memiliki seorang putra yang selalu melayaniku, di saat tiba waktu
sholat ia mewudhukan aku, jika aku lapar maka ia menyuapiku, jika aku haus maka ia
memberikan aku minum, namun sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya maka tolonglah
engkau mencari kabar tentangya –semoga Allah merahmati engkau-". Aku berkata, "Demi Allah
tidaklah seseorang berjalan menunaikan keperluan seorang saudaranya yang ia memperoleh
pahala yang sangat besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang
berjalan untuk menunaikan keperluan dan kebutuhan orang yang seperti engkau". Maka
akupun berjalan mencari putra orang tersebut hingga tidak jauh dari situ aku sampai di suatu
gudukan pasir, tiba-tiba aku mendapati putra orang tersebut telah diterkam dan di makan oleh
binatang buas, akupun mengucapkan inna lillah wa inna ilaihi roji'uun. Aku berkata, "Bagaimana
aku mengabarkan hal ini kepada orang tersebut??". Dan tatkala aku tengah kembali menuju
orang tersebut, maka terlintas di benakku kisah Nabi Ayyub ‘alaihissalam. Tatkala aku menemui
orang tersbut maka akupun mengucapkan salam kepadanya lalu ia menjawab salamku dan
berkata, "Bukankah engkau adalah orang yang tadi menemuiku?", aku berkata, "Benar". Ia
berkata, "Bagaimana dengan permintaanku kepadamu untuk membantuku?". Akupun berkata
kepadanya, "Engkau lebih mulia di sisi Allah ataukah Nabi Ayyub ‘alaihissalam?", ia berkata,
"Tentu Nabi Ayyub ‘alaihissalam ", aku berkata, "Tahukah engkau cobaan yang telah diberikan
Allah kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan hartanya, keluarganya,
serta anaknya?", orang itu berkata, "Tentu aku tahu". Aku berkata, "Bagaimanakah sikap Nabi
Ayyub dengan cobaan tersebut?", ia berkata, "Nabi Ayyub bersabar, bersyukur, dan memuji
Allah". Aku berkata, "Tidak hanya itu, bahkan ia dijauhi oleh karib kerabatnya dan
sahabat-sahabatnya", ia berkata, "Benar". Aku berkata, "Bagaimanakah sikapnya?", ia berkata,
"Ia bersabar, bersyukur dan memuji Allah". Aku berkata, "Tidak hanya itu, Allah menjadikan ia
menjadi bahan ejekan dan gunjingan orang-orang yang lewat di jalan, tahukah engkau akan hal
itu?", ia berkata, "Iya", aku berkata, "Bagaimanakah sikap nabi Ayyub?", ia berkata, "Ia
bersabar, bersyukur, dan memuji Allah, lagsung saja jelaskan maksudmu –semoga Allah
merahmatimu-!!". Aku berkata, "Sesungguhnya putramu telah aku temukan di antara gundukan
pasir dalam keadaan telah diterkam dan dimakan oleh binatang buas, semoga Allah
melipatgandakan pahala bagimu dan menyabarkan engkau". Orang itu berkata, "Segala puji
bagi Allah yang tidak menciptakan bagiku keturunan yang bermaksiat kepadaNya lalu Ia
menyiksanya dengan api neraka"
, kemudian ia berkata, "Inna lillah wa inna ilaihi roji'uun", lalu ia menarik nafas yang panjang lalu
meninggal dunia. Aku berkata, "Inna lillah wa inna ilaihi roji'uun", besar musibahku, orang
seperti ini jika aku biarkan begitu saja maka akan dimakan oleh binatang buas, dan jika aku
hanya duduk maka aku tidak bisa melakukan apa-apa[1]. Lalu akupun menyelimutinya dengan
kain yang ada di tubuhnya dan aku duduk di dekat kepalanya sambil menangis. Tiba-tiba
datang kepadaku empat orang dan berkata kepadaku "Wahai Abdullah, ada apa denganmu?,
apa yang telah terjadi?". Maka akupun menceritakan kepada mereka apa yang telah aku alami.
Lalu mereka berkata, "Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalnya!", maka akupun
membuka wajahnya, lalu merekapun bersungkur mencium keningnya, mencium kedua
tangannya, lalu mereka berkata, "Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang
diharamkan oleh Allah, demi Allah tubuhnya selalu sujud tatkala orang-orang dalam keadaan
tidur!!". Aku bertanya kepada mereka, "Siapakah orang ini –semoga Allah merahmati kalian-?",
mereka berkata, Abu Qilabah Al-Jarmi sahabat Ibnu 'Abbas, ia sangat cinta kepada Allah dan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu kamipun memandikannya dan mengafaninya dengan
pakaian yang kami pakai, lalu kami menyolatinya dan menguburkannya, lalu merekapun
berpaling dan akupun pergi menuju pos penjagaanku di kawasan perbatasan. Tatkala tiba
malam hari akupun tidur dan aku melihat di dalam mimpi ia berada di taman surga dalam
keadaan memakai dua lembar kain dari kain surga sambil membaca firman Allah:

سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
"Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke dalam surga) karena kesabaran kalian, maka
alangkah baiknya tempat kesudahan itu." (QS. 13:24)

Lalu aku berkata kepadanya, "Bukankah engkau adalah orang yang aku temui?", ia berkata,
"Benar", aku berkata, "Bagaimana engkau bisa memperoleh ini semua", ia berkata,
"Sesungguhnya Allah menyediakan derajat-derajat kemuliaan yang tinggi yang tidak bisa
diperoleh kecuali dengan sikap sabar tatkala ditimpa dengan bencana, dan rasa syukur tatkala
dalam keadaan lapang dan tentram bersama dengan rasa takut kepada Allah baik dalam
keadaan bersendirian maupun dalam kaeadaan di depan khalayak ramai"
Penulis: Firanda Andirja
Artikel http://www.firanda.com/
---------------------
[1] Hal ini karena biasanya daerah perbatasan jauh dari keramaian manusia, dan
kemungkinan Abdullah tidak membawa peralatan untuk menguburkan orang tersebut, sehingga
jika ia hendak pergi mencari alat untuk menguburkan orang tersebut maka bisa saja datang
binatang buas memakannya, Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Menu Hari Ini Slideshow: Ummu’s trip from Jakarta, Jawa, Indonesia to Doha, Qatar was created by TripAdvisor. See another Doha slideshow. Create your own stunning free slideshow from your travel photos.